KIBLAT.NET, Deen Haag – Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah menyetujui penyelidikan penuh atas dugaan kejahatan Myanmar terhadap Rohingya setelah mendapat tekanan hukum yang meningkat di seluruh dunia atas perlakuan terhadap kelompok etnis minoritas Muslim tersebut.
Hakim ICC pada hari Kamis (14/11/2019), mendukung permintaan penuntutan untuk menyelidiki dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan penganiayaan atas penumpasan militer berdarah 2017 di Myanmar terhadap kelompok mayoritas Muslim.
Keputusan ICC muncul setelah Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar secara de-facto, disebutkan dalam gugatan Argentina atas kejahatan terhadap Rohingya dan Myanmar menghadapi gugatan genosida terpisah di pengadilan tinggi PBB.
Lebih dari 740.000 Rohingya terpaksa mengungsi dari perbatasan ke kamp-kamp yang luas di Bangladesh, dalam kekerasan yang menurut para penyelidik PBB dianggap sebagai genosida.
ICC yang bermarkas di Den Haag, yang didirikan pada 2002 untuk mengadili kejahatan terburuk dunia, mengatakan pihaknya “memberi wewenang kepada jaksa penuntut untuk melanjutkan penyelidikan atas dugaan kejahatan di dalam yurisdiksi ICC” yang berkaitan dengan Myanmar.
Ini termasuk tuduhan “tindakan kekerasan sistematis”, deportasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dan penganiayaan atas dasar etnisitas atau agama terhadap Rohingya, katanya.
Menyambut langkah-langkah menuju keadilan internasional, George Graham, Direktur Anak-anak dan Konflik Bersenjata di Save the Children mengatakan ada “kebutuhan yang sangat besar” untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan yang telah didokumentasikan.
“Skala dan intensitas kekerasan yang dilakukan terhadap Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar menuntut sidang yang independen dan tidak memihak di pengadilan,” kata Graham dalam sebuah pernyataan.
“Anak laki-laki dan perempuan Rohingya terbunuh, diperkosa, dan menyaksikan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan. Sekitar setengah juta anak telah dipindahkan ke negara tetangga Bangladesh – di mana hampir 1 dari 5 mengalami tekanan mental. Mereka berhak atas hari mereka di pengadilan.”
Myanmar telah lama membantah tuduhan melakukan pembersihan etnis atau genosida.
Myanmar bukan anggota ICC, tetapi pengadilan memutuskan tahun lalu bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap minoritas Rohingya karena Bangladesh, tempat mereka sekarang menjadi pengungsi, adalah anggota.
Ketua jaksa ICC, Fatou Bensouda diizinkan untuk membuka penyelidikan awal di Myanmar pada September 2018, dan secara resmi mengajukan permohonan untuk memulai penyelidikan formal skala penuh pada bulan Juli tahun ini.
Sumber: Al-Jazeera
Redaktur: Ibas Fuadi