Senator Jakarta: Pernyataan Anning Memicu Kekerasan Terhadap Muslim
KIBLAT.NET, Jakarta – Senator Jakarta Fahira Idris mengecam keras pernyataan Fraser Anning yang menyalahkan muslim atas serangan teror di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Dia menyebut pernyataan Anning sebagai bentuk nyata islamofobia.
“Islamofobia itu nyata. Ada yang mewujudkan lewat aksi kekerasan yang biadab seperti yang terjadi di Christchurch. Ada juga lewat pernyataan seperti yang diucapkan Senator Queensland, Australia, Fraser Anning,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Ahad (17/03/2019).
“Anda memalukan! Komentar Anda terkait Islam dan komunitas muslim tidak punya tempat di dunia ini,” tegasnya.
Anning dalam rentetan pernyataannya tidak hanya menyalahkan muslim. Tetapi ia juga menyebut Islam sebagai ideologi kekerasan, agama fasis, dan sistem kepercayaan yang biadab. Fahira menyebutnya sebagai racun bagi peradaban umat manusia.
“Komentar-komentarnya merendahkan keyakinan dan martabat agama Islam yang dipeluk milyaran orang dan sudah memberi sumbangan besar bagi sejarah kemajuan perabadan dunia,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Fahira pernyataan Fraser Anning sangat berpotensi menyalakan ekstremisme dan menyulut aksi-aksi kekerasan terhadap muslim di tempat-tempat lain.
“Islamofobia itu kejahatan kemanusiaan dan ini yang secara sadar dan sengaja telah dilakukan Senator Anning. Komentar-komentar menyesatkan yang keluar dari mulut pejabat publik seperti Anning ini akan dijadikan pembenaran bagi pembenci-pembenci Islam untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap muslim,” tukas Senator Jakarta ini.
Bagi Fahira, pembantaian umat muslim yang sedang menjalankan ibadah shalat Jumat di dua masjid di Christchurch dan mengakibatkan 50 orang meninggal adalah salah satu kejahatan paling kelam di abad ini.
“Kalimat kutukan tidak cukup menggambarkan betapa biadabnya kejahatan ini. Ini lebih dari aksi terorisme tetapi merupakan tindakan iblis berwujud manusia. Sangat biadab. Semoga Allah balaskan surga bagi saudara-saudara kita yang menjadi korban,” pungkasnya.
Reporter: Hafidz Syarif
Editor: M. Rudy