KIBLAT.NET – Bola Capres dan Cawapres yang digulirkan Ijtima Tokoh GNPF Ulama pekan lalu terus bergulir. Meski secara spontan Ustadz Abdul Somad menolak halus pencalonan dirinya, dorongan publik terus menguat. Sementara itu, Habib Salim Segaf Al-Jufri pun tidak mau menyalip dalam tikungan. Ia menyatakan siap bila akhirnya UAS yang dipilih mendampingi Prabowo.
Rekomendasi Ijtima GNPF Ulama itu memberi warna baru bagi kehidupan politik di negeri ini, yang sekian lama dipenuhi adegan culas dan nafsu untuk berebut kekuasaan. Tiba-tiba ada adegan santun tokoh agama saling menyilakan tokoh lain untuk menyalip dirinya. Sebagaimana tiba-tiba pula muncul harapan baru, akan hadirnya seorang ulama menjadi pemimpin negara.
Fenomena ini menggambarkan betapa masyarakat kita sudah jenuh dengan kepalsuan politik yang selama ini disuguhkan. Masyarakat ingin merasakan hal baru yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Yaitu, iklim politik yang asli sejuk dan teduh, jauh dari polesan, yang akan mewarnai kehidupan di bawah nuansa religi yang hakiki. Namun, benarkah semudah itu angan-angan ini akan terwujud?
Tunggu dulu. Umat Islam dan siapapun yang seide dengan GNPF Ulama tidak tinggal sendirian di negeri ini. Ada roh-roh jahat yang sudah kadung bercokol lama mendominasi kehidupan negeri ini. Ada pula kekuatan hitam yang dendamnya terhadap apapun yang bercorak Islam, tak akan pernah padam. Tentu saja, roh dan kekuatan hitam seperti itu tidak akan tinggal diam.
Dengan berbagai cara, mereka akan berusaha membuyarkan impian dan harapan tersebut. Mulai dari cara kasar hingga trik yang halus hampir tak terasa. Mulai dari tiba-tiba menerbitkan undang-undang yang mengganjal pesaing dirinya, merekayasa kasus hukum, sampai fitnah dan kampanye hitam. Hingga bisikan halus mirip nasehat: bahwa kekuasaan itu untuk politikus, ulama hanya mengingatkan bila keliru.
Selain roh jahat dan kekuatan hitam, karakteristik politik Indonesia yang lekat dengan nafsu dan kepentingan pribadi, juga menjadi momok tersendiri. Rekomendasi Ijtima GNPF Ulama kemarin akan menjadi alat uji, apakah para politikus yang dipercaya oleh umat Islam akan berubah sifat menjadi ksatria yang setia, atau tetap menjadi pengkhianat yang hanya mendekat dan bermanis muka saat ada maunya.
Karena itu, kita tetap menghormati rekomendasi politik GNPF Ulama sebagai ikhtiar semampunya dalam menghadang kekuatan hitam dalam jangka waktu dekat. Sebagaimana kita perlu mendukung supremasi ulama dalam mengelola kehidupan bersama di negeri yang mereka menjadi pelopor bagi kemerdekaannya.
Tetapi melihat potensi halangan di atas, kita pun berharap para tokoh dan ulama di negeri ini juga menyiapkan langkah dan siasat lain, seandainya harapan bersama itu buyar. GNPF Ulama harus tetap mampu memberi suluh bagi umat Islam di Indonesia, bahwa jalan politik formal hanyalah salah satu cabang dari sekian cara memperjuangkan kehidupan yang lebih baik di bawah naungan Islam.
Harapan akan suluh yang terus menerangi itu tidaklah berlebihan. Sebab, para ulama itulah yang kita harapkan menggantikan peran Nabi SAW bagi kaum Muslimin kala itu. Dengan irodah shahihah dan akidah salimah menerangi jalan, membimbing ke arah yang benar, rela berkorban bagi umat sekaligus suci dari noda-noda syahwat dan syubuhat.