KIBLAT.NET – Dr Aidh Al-Qarni menuliskan dalam kitabnya Mashâri’ul ‘Usysyâq bahwa salah satu keunggulan para sahabat adalah besar pengorbanannya untuk Islam. Cukuplah salah seorang dari mereka menumpahkan darahnya fi sabîlillâh hanya dengan mendengarkan beberapa patah kata dari Rasulullah. Para sahabat Rasul lebih dermawan ketika mengorbankan dengan darah daripada ketika kita berderma dengan harta.
Para sahabat yakin bahwa puncak dari Islam adalah jihad fi sabilillah. Jadi, ketika Rasulullah menyeru untuk berjihad, mereka tidak akan pernah berpikir dua kali untuk memberikan apa saja. Tak hanya harta, jiwa raga pun akan mereka hibahkan untuk perjuangan Islam.
Ketika sahabat Muadz bin Jabal bertanya perihal amal yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan kepadanya puncak amal Islam, yakni jihad fi sabilillah.
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
“Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.” (HR. Al-Tirmidzi)
Dalam redaksi lainnya, Muadz bin Jabal mengatakan, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Tabuk, lalu beliau bersabda: “Jika kamu mau akan kuberitahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya, dan puncaknya?” Aku menjawab, “Tentu saja mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Adapun pokok urusan adalah Islam. Sementara tiangnya adalah shalah. Sedangkan puncaknya adalah jihad.”
Ribath, Pokok dan Cabang Jihad
Jika terucap kata jihad maka tidak dapat dipisahkan dengan ribath. Ribath dan jihad juga erat kaitannya dengan kesabaran. Jadi, jihad, ribath dan sabar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Jihad tegak di atas ribath, dan ribath tegak di atas sabar. Jihad tidak mungkin terwujud tanpa ribath, dan ribath tidak mungkin terwujud tanpa sabar. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (ribath di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali ‘Imran: 200).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, bersabar dan teguhlah ketika bertemu (musuh); bersabarlah menghadapi peperangan dan kesulitan; mempertahankan kemuliaan Islam serta menjaganya agar musuh tidak masuk ke daerah Islam, bertakwalah kepada Allah, pemilik bumi dan langit, semoga kalian beruntung di dunia dan di akhirat.
Ribath, sebagaimana dikatakan Imam Ahmad ialah pokok jihad dan cabangnya. Imam Ahmad berkata di dalam Al-Mughni
“Menurut saya, tidak ada satu amal pun yang dapat menyamai kedudukan dan pahala dan ribath. Ribath adalah menjaga kemanan umat Muslim dan kehormatan mereka, dan menjadi kekuatan bagi penduduk di perbatasan negeri serta pasukan perang. Menurut saya, ribath adalah pokok dan cabang dari jihad. Dan jihad lebih utama daripada ribath karena kesulitan dan kesusahan yang terdapat di dalamnya.”
Syaikh Abdullah Azzam menambahkan dalam Tarbiyah Jihadiyah,” Bagi orang yang mengira bahwa jihad ialah pergi ke medan tempur melepaskan tembakan kemudian pulang sibuk mengurus dunianya lagi, maka itu bukan jihad. Tetapi, jihad ialah ribath yang panjang kemudian baru mengikuti pertempuran.”
Di sela-sela waktu yang panjang, seorang mujahid mengalami segala macam kesulitan hidup serta pahitnya jauh dari keluarga dan tetangga. Kadang ribath selama satu tahun penuh tetapi tidak pernah mengikuti pertempuran satu kali pun. Saat itulah kesabaran seorang mujahid diuji. Apakah dia berjihad karena mengharap ridha Allah dengan konsekuensi banyak kesulitan menanti atau hanya karena euforia semata untuk menunjukkan jati diri?
Sebenarnya itulah esensi dari sebuah jihad dan perjuangan. Seorang mujahid tidak hanya berperang melawan musuh yang nyata. Tetapi juga diuji kesabarannya untuk mengalahkan dirinya sendiri yang terkadang justru lebih berat godaannya. Karena godaan dari diri sendiri tak hanya berdampak pada semangat dalam pertempuran semata, tetapi juga berpengaruh pada keikhlasan dalam meniti jalan perjuangan. Perjuangan itu akan menambah pahala atau hampa karena ketidaksabaran.