KIBLAT.NET – Kegagalan Iraq dalam mengatasi tiga di antara sejumlah tantangan negara yang paling sulit menyebabkan kelompok-kelompok perlawanan seperti ISIS mampu mendestabilisasi negara. Kombinasi antara sistem politik sektarian, hilangnya kedaulatan ke tangan asing, dan korupsi akut yang merajalela merupakan masalah yang tak terselesaikan pasca era invasi AS ke negara itu. Banyak yang beranggapan bahwa persoalan tersebut berhubungan langsung dengan kebijakan invasi militer Amerika itu sendiri.
Obama Menghitung Hari
Presiden Barack Obama mengatakan ingin melakukan serangan ke jantung wilayah ISIS pada akhir tahun ini. Dalam satu pertemuan dengan PM Iraq, Haidar al-Abadi, selama KTT di forum PBB di New York, Obama menggarisbawahi perlunya menekan ISIS keluar dari Mosul yang secara de facto telah menjadi ibukota kelompok itu sejak ditinggalkan oleh pasukan keamanan Iraq pada bulan Juni 2014 silam. Mundurnya pasukan sekutu lokal AS ini mendorong kemajuan signifikan pejuang-pejuang Islam dari Suriah.
Upaya sebelumnya untuk merebut kembali Mosul telah berhasil digagalkan oleh pejuang-pejuang ISIS, namun Obama optimis bahwa pasukan koalisi di lapangan saat ini dalam posisi lebih kuat untuk meraih kemajuan dengan cepat, meskipun pasti akan menghadapi pertempuran sengit. ISIS sendiri dilaporkan telah kehilangan sejumlah wilayah selama tahun 2015, sementara koalisi mengklaim telah menguasai kembali setengah dari wilayah yang pernah mereka kontrol di tengah situasi lapangan yang masih dinamis dan cepat berubah.
Presiden AS yang tinggal beberapa pekan berkantor di Gedung Putih itu sangat menyadari bahwa kemenangan militer saja tidak cukup menjamin untuk bisa mengalahkan ISIS. Demikian juga menurutnya, kemajuan kelompok “teroris” lebih banyak disebabkan oleh kegagalan politik Iraq, daripada faktor kelemahan militer negara itu. “Tidak cukup hanya dengan mengusir ISIS keluar dari Mosul,” desak Obama yang mulai terlihat putus asa akan bisa mengalahkan kelompok ISIS sebelum masa jabatannya berakhir. “Kita juga harus memastikan bahwa mereka tidak akan kembali lagi, dan ideologi ekstrimis yang tumbuh & berkembang akibat keputusasaan hidup tidak muncul kembali,” imbuhnya.